Langkah Ketua KPK Untuk Memberantas Korupsi
Banyak yang mengatakan salah satu penyebab utama negeri ini sulit untuk maju adalah budaya korupsi yang masih banyak terjadi. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, Indonesia yang lebih dulu merdeka masih tertinggal pembangunannya, walaupun dulu katanya banyak guru Indonesia diminta mengajar di Malaysia. Sebagai bangsa yang lebih dari 67 tahun merdeka, ternyata bukan perkara yang mudah untuk memberantas budaya korupsi yang sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda.
Pemberantasan korupsi di Indonesia sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak bangsa ini merdeka. Pada pasca kemerdekaan dibentuklah Badan Pemberantasan Korupsi, Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) untuk memberantas budaya korupsi yang waktu itu dipimpin oleh A.H. Nasution. Kemudian di masa orde baru ada Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung. Namun kenyataannya pelaksanaan pemberantasan korupsi pada waktu itu hanya setengah hati dan stagnan.
Sejak digulirkannya reformasi korupsi semakin membudaya di hampir semua penyelenggara negara . Kecaman dan tuntutan pemberantasan tindak pidana korupsi terjadi di mana-mana. Di tahun 2003 dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. KPK yang sampai saat ini ditunggu aksinya untuk memberantas korupsi itu didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tugas berat dan mulia apabila dia mampu melaksanakannya akan menjadikannya pahlawan dan mewujudkan Indonesia bersih yang bebas korupsi, ada di pundak pimpinan KPK. Korupsi sebagai musuh bersama, tentu Ketua KPK tidak sendiri. Masih ada jutaan rakyat Indonesia yang juga ikut berjuang memberantas korupsi dengan cara mereka sendiri. Pemberantasan korupsi dimulai dari diri mereka sendiri lalu lingkungannya.
Sebagai lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi, harus ada terobosan dan tindakan nyata Ketua KPK untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas kejahatan yang merugikan negara dan rakyat ini. Seandainya saya menjadi ketua KPK yang akan saya lakukan adalah:
Membangun KPK sebagai lembaga yang solid.
Untuk memberantas korupsi harus dimulai dari sendiri, begitu dengan KPK. Sebagai lembaga yang terdiri banyak individu dan elemen, perlu menyatukan mereka untuk berjuang bersama. Perbedaan pendapat antar pimpinan KPK adalah hal yang biasa, tetapi itu harus tidak menjadi penghambat dalam menuntaskan kasus korupsi yang ditanganinya. Kerja sama, kekompakan, dan saling dukung di semua anggota KPK menjadi prioritas dalam berjuang melawan korupsi.
Kemandirian sebagai lembaga juga penting. Sering terjadi penindakan pemberantasan korupsi menjadi terhenti karena tergantung dengan lembaga lain. Sebagai ketua KPK atau pimpinan KPK harus memiliki integritas yang tinggi. Bersikap dan bertindak yang bisa menjadi panutan. Ketua KPK Tidak tersandera dengan kepentingan penguasa apalagi balas budi, sehingga berani dan yakin dengan tindakannya dalam memberantas korupsi.
Bekerja sama dengan penegak hukum lain.
Lupakan anggapan kalau Kepolisian itu penuh dengan sarang korupsi, atau Kejaksaan yang tak lepas dari penyuapan, apalagi KPK yang paling bersih. Sudah semestinya ketiga penegak hukum ini bisa bekerja sama dalam pemberantasan korupsi, tidak saling berebut predikat. Ketua yang yang baik menurut saya bukan yang berjuang sendiri dengan kewenangannya, tetapi ketua yang baik adalah yang mampu menjadi penggerak semua elemen penegak hukum lain untuk ikut juga bekerja keras memberantas korupsi.
Harus juga diakui, KPK memiliki keterbatasan. Dukungan masyarakat saja rasanya tidak cukup untuk mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi. Penyelewengan jabatan untuk memperkaya diri sendiri di tingkat daerah juga semakin marak. Tangan KPK terlalu pendek untuk bisa menyentuh kasus korupsi di tingkat daerah, sehingga masih membutuhkan Kepolisian dan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menuntut kasus korupsi. Tetapi sekali lagi, terlebih dahulu lembaga penegak hukum tersebut juga harus membersihkan diri dari virus korupsi yang juga menjangkiti lembaganya. Semakin tercipta kepercayaan kepada penegak hukum akan mampu memberikan suntikan semangat semua lapisan masyarakat untuk memberantas korupsi.
Pemberian hukuman berat bagi koruptor dan perlindungan bagi pelapor
Banyak kasus korupsi berakhir dengan hukuman yang ringan, sehingga masih sering terdengar celoteh "koruptor saja hukumannya lebih ringan dari maling ayam, mending ikut korupsi saja" atau celoteh-celoteh lain yang menunjukkan ketidakadilan dalam pemberian hukuman agar pelaku jera itu. Wacana pemberian hukuman seumur hidup, penuntutan berlapis, atau pelabelan koruptor perlu diperhitungkan ketua KPK. Tujuannya bukan hanya memberikan hukuman bagi koruptor tetapi juga bisa memberi efek jera bagi orang yang sedang atau berniat korupsi.
Begitupun juga dengan juga dengan pelopor dan pengungkap kasus korupsi, ketua KPK juga sebisa mungkin memberikan jaminan perlindungan. Memang, korupsi adalah musuh bersama, tetapi jika sudah menyangkut pekerjaan dan keluarga orang bisa menjadi berpikir dua kali untuk melaporkan semisal atasannya atau lembaganya yang melakukan kecurangan. Banyak orang memilih aman dan enggan melaporkan korupsi yang terjadi di lingkungannya. Bisa jadi sistem wistle blower atau pemberian reward bagi pelapor adalah cara efektif mengungkap kasus korupsi, karena di kasus korupsi yang melibatkan banyak orang itu diungkap sendiri oleh salah satu pelakunya yang mempermudah mudah KPK mencari benang merah kasus korupsi tersebut. Hal itu juga bisa memancing orang-orang lain untuk mengikutinya yaitu berani melaporkan tindakan korupsi.
Membentuk posko pengaduan dan pengawasan
Ketika korupsi bisa dicegah mengapa harus menunggu tindak pidana itu terjadi baru dieksekusi. Caranya bisa membuat posko pengawasan di setiap penyelenggara negara. Seharusnya setiap lembaga penyelenggara negara ada badan pengawas, tetapi mereka tidak lebih seperti macan ompong. Atau bahkan malah terlibat dalam korupsi. Seringkali badan ini hanya menjadi formalitas sebuah lembaga.
KPK bisa masuk ke setiap lembaga penyelenggara negara. Membuka posko pengaduan dan pengawasan terhadap kebijakan anggaran. Selain pengawasa internal juga ada pengawas diluar lembaga tersebut yaitu KPK. Sehingga kecurangan, misal dalam pengadaan barang, ‘penyunatan’ anggaran bisa diminimalisir. KPK bisa bekerja sama dengan semua lembaga penyelenggara negara untuk menghindari terjadinya tindak pidana korupsi di lembaga tersebut.
Pendidikan anti korupsi sejak dini
Selain pemberantas korupsi, KPK juga lembaga yang bertugas mencegah, menanggulangi tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu disamping terus melakukan pemberatasan korupsi tanpa tebang pilih, di sisi lain KPK juga menggalakkan program yang bisa terus mengikis tindakan korupsi akar tidak semakin membudaya di tengah masyarakat. Atau setidaknya memutus generasi yang masih terbiasa dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan generasi baru yang lebih jujur.
Ketika korupsi semakin mengakar, lalu anak bangsa kehilangan karakternya, rasa malu hilang, kebohongan adalah hal yang biasa, maka korupsi akan terus tumbuh di negeri ini. Salah satu cara yang dapat mencegah hal tersebut yaitu dengan pendidikan. Untuk kembali mengkokohkan karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila hanya bisa lewat pendidikan. Ketua KPK bisa bekerja sama dengan Kemendikbud, yang sebenarnya kementerian itu juga bertanggung jawab dan harus mengevaluasi proses dan hasil pendidikan saat ini. Pendidikan anti korupsi diusahakan diintegrasikan dengan mata pelajaran yang sudah ada, ataupun terpisah. Pendidikan anti korupsi perlu diberikan sejak SD sampai perguruan tinggi. Bukan hanya perbaikan sistem atau kurikulum tetapi juga guru atau pendidiknya. Karena pendidikan karakter itu tidak bisa dibentuk dengan teori atau tulisan saja, melainkan dengan teladan.
Itulah langkah-langkah bisa ditempuh oleh ketua KPK untuk memberantas korupsi. Semuanya tetap dimulai dari diri sendiri dan hal yang terkecil, misalnya jujur, datang tepat waktu, tidak menyontek, tetapi tetap terus mengungkap kasus-kasus korupsi besar yang telah banyak merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. Sehingga nantinya tidak ada lagi anak terlantar yang tidak bisa melanjutkan sekolah atau ibu yang kebingungan biaya melahirkan.
*) Artikel ini diikutsertakan Lomba Blog KPK.
Pemberantasan korupsi di Indonesia sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak bangsa ini merdeka. Pada pasca kemerdekaan dibentuklah Badan Pemberantasan Korupsi, Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) untuk memberantas budaya korupsi yang waktu itu dipimpin oleh A.H. Nasution. Kemudian di masa orde baru ada Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung. Namun kenyataannya pelaksanaan pemberantasan korupsi pada waktu itu hanya setengah hati dan stagnan.
Sejak digulirkannya reformasi korupsi semakin membudaya di hampir semua penyelenggara negara . Kecaman dan tuntutan pemberantasan tindak pidana korupsi terjadi di mana-mana. Di tahun 2003 dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. KPK yang sampai saat ini ditunggu aksinya untuk memberantas korupsi itu didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tugas berat dan mulia apabila dia mampu melaksanakannya akan menjadikannya pahlawan dan mewujudkan Indonesia bersih yang bebas korupsi, ada di pundak pimpinan KPK. Korupsi sebagai musuh bersama, tentu Ketua KPK tidak sendiri. Masih ada jutaan rakyat Indonesia yang juga ikut berjuang memberantas korupsi dengan cara mereka sendiri. Pemberantasan korupsi dimulai dari diri mereka sendiri lalu lingkungannya.
Sebagai lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi, harus ada terobosan dan tindakan nyata Ketua KPK untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas kejahatan yang merugikan negara dan rakyat ini. Seandainya saya menjadi ketua KPK yang akan saya lakukan adalah:
Membangun KPK sebagai lembaga yang solid.
Untuk memberantas korupsi harus dimulai dari sendiri, begitu dengan KPK. Sebagai lembaga yang terdiri banyak individu dan elemen, perlu menyatukan mereka untuk berjuang bersama. Perbedaan pendapat antar pimpinan KPK adalah hal yang biasa, tetapi itu harus tidak menjadi penghambat dalam menuntaskan kasus korupsi yang ditanganinya. Kerja sama, kekompakan, dan saling dukung di semua anggota KPK menjadi prioritas dalam berjuang melawan korupsi.
Kemandirian sebagai lembaga juga penting. Sering terjadi penindakan pemberantasan korupsi menjadi terhenti karena tergantung dengan lembaga lain. Sebagai ketua KPK atau pimpinan KPK harus memiliki integritas yang tinggi. Bersikap dan bertindak yang bisa menjadi panutan. Ketua KPK Tidak tersandera dengan kepentingan penguasa apalagi balas budi, sehingga berani dan yakin dengan tindakannya dalam memberantas korupsi.
Bekerja sama dengan penegak hukum lain.
Lupakan anggapan kalau Kepolisian itu penuh dengan sarang korupsi, atau Kejaksaan yang tak lepas dari penyuapan, apalagi KPK yang paling bersih. Sudah semestinya ketiga penegak hukum ini bisa bekerja sama dalam pemberantasan korupsi, tidak saling berebut predikat. Ketua yang yang baik menurut saya bukan yang berjuang sendiri dengan kewenangannya, tetapi ketua yang baik adalah yang mampu menjadi penggerak semua elemen penegak hukum lain untuk ikut juga bekerja keras memberantas korupsi.
Harus juga diakui, KPK memiliki keterbatasan. Dukungan masyarakat saja rasanya tidak cukup untuk mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi. Penyelewengan jabatan untuk memperkaya diri sendiri di tingkat daerah juga semakin marak. Tangan KPK terlalu pendek untuk bisa menyentuh kasus korupsi di tingkat daerah, sehingga masih membutuhkan Kepolisian dan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menuntut kasus korupsi. Tetapi sekali lagi, terlebih dahulu lembaga penegak hukum tersebut juga harus membersihkan diri dari virus korupsi yang juga menjangkiti lembaganya. Semakin tercipta kepercayaan kepada penegak hukum akan mampu memberikan suntikan semangat semua lapisan masyarakat untuk memberantas korupsi.
Pemberian hukuman berat bagi koruptor dan perlindungan bagi pelapor
Banyak kasus korupsi berakhir dengan hukuman yang ringan, sehingga masih sering terdengar celoteh "koruptor saja hukumannya lebih ringan dari maling ayam, mending ikut korupsi saja" atau celoteh-celoteh lain yang menunjukkan ketidakadilan dalam pemberian hukuman agar pelaku jera itu. Wacana pemberian hukuman seumur hidup, penuntutan berlapis, atau pelabelan koruptor perlu diperhitungkan ketua KPK. Tujuannya bukan hanya memberikan hukuman bagi koruptor tetapi juga bisa memberi efek jera bagi orang yang sedang atau berniat korupsi.
Begitupun juga dengan juga dengan pelopor dan pengungkap kasus korupsi, ketua KPK juga sebisa mungkin memberikan jaminan perlindungan. Memang, korupsi adalah musuh bersama, tetapi jika sudah menyangkut pekerjaan dan keluarga orang bisa menjadi berpikir dua kali untuk melaporkan semisal atasannya atau lembaganya yang melakukan kecurangan. Banyak orang memilih aman dan enggan melaporkan korupsi yang terjadi di lingkungannya. Bisa jadi sistem wistle blower atau pemberian reward bagi pelapor adalah cara efektif mengungkap kasus korupsi, karena di kasus korupsi yang melibatkan banyak orang itu diungkap sendiri oleh salah satu pelakunya yang mempermudah mudah KPK mencari benang merah kasus korupsi tersebut. Hal itu juga bisa memancing orang-orang lain untuk mengikutinya yaitu berani melaporkan tindakan korupsi.
Membentuk posko pengaduan dan pengawasan
Ketika korupsi bisa dicegah mengapa harus menunggu tindak pidana itu terjadi baru dieksekusi. Caranya bisa membuat posko pengawasan di setiap penyelenggara negara. Seharusnya setiap lembaga penyelenggara negara ada badan pengawas, tetapi mereka tidak lebih seperti macan ompong. Atau bahkan malah terlibat dalam korupsi. Seringkali badan ini hanya menjadi formalitas sebuah lembaga.
KPK bisa masuk ke setiap lembaga penyelenggara negara. Membuka posko pengaduan dan pengawasan terhadap kebijakan anggaran. Selain pengawasa internal juga ada pengawas diluar lembaga tersebut yaitu KPK. Sehingga kecurangan, misal dalam pengadaan barang, ‘penyunatan’ anggaran bisa diminimalisir. KPK bisa bekerja sama dengan semua lembaga penyelenggara negara untuk menghindari terjadinya tindak pidana korupsi di lembaga tersebut.
Pendidikan anti korupsi sejak dini
Selain pemberantas korupsi, KPK juga lembaga yang bertugas mencegah, menanggulangi tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu disamping terus melakukan pemberatasan korupsi tanpa tebang pilih, di sisi lain KPK juga menggalakkan program yang bisa terus mengikis tindakan korupsi akar tidak semakin membudaya di tengah masyarakat. Atau setidaknya memutus generasi yang masih terbiasa dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan generasi baru yang lebih jujur.
Ketika korupsi semakin mengakar, lalu anak bangsa kehilangan karakternya, rasa malu hilang, kebohongan adalah hal yang biasa, maka korupsi akan terus tumbuh di negeri ini. Salah satu cara yang dapat mencegah hal tersebut yaitu dengan pendidikan. Untuk kembali mengkokohkan karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila hanya bisa lewat pendidikan. Ketua KPK bisa bekerja sama dengan Kemendikbud, yang sebenarnya kementerian itu juga bertanggung jawab dan harus mengevaluasi proses dan hasil pendidikan saat ini. Pendidikan anti korupsi diusahakan diintegrasikan dengan mata pelajaran yang sudah ada, ataupun terpisah. Pendidikan anti korupsi perlu diberikan sejak SD sampai perguruan tinggi. Bukan hanya perbaikan sistem atau kurikulum tetapi juga guru atau pendidiknya. Karena pendidikan karakter itu tidak bisa dibentuk dengan teori atau tulisan saja, melainkan dengan teladan.
Itulah langkah-langkah bisa ditempuh oleh ketua KPK untuk memberantas korupsi. Semuanya tetap dimulai dari diri sendiri dan hal yang terkecil, misalnya jujur, datang tepat waktu, tidak menyontek, tetapi tetap terus mengungkap kasus-kasus korupsi besar yang telah banyak merugikan negara dan menyengsarakan rakyat. Sehingga nantinya tidak ada lagi anak terlantar yang tidak bisa melanjutkan sekolah atau ibu yang kebingungan biaya melahirkan.
*) Artikel ini diikutsertakan Lomba Blog KPK.