Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mereka yang Menantang Maut Untuk ke Sekolah

Ingatkan kalian waktu kecil, ketika masih duduk di bangku sekolah dasar (SD)? Tentu masih cukup mudah untuk mengingat masa-masa yang penuh tanpa beban, bercanda dan bermain itu. Bagaimana senangnya kita berangkat sekolah untuk bertemu dengan teman dan mendapatkan pengetahuan baru. Mungkin dari kita dulu masih sempat merasakan yang namanya sulit untuk sekolah, baik karena biaya atau lokasi sekolah yang jauh dan jalan yang masih sulit.

Beberapa waktu yang lalu (13/11/2012) kita dibuat tercengang dengan perjuangan anak-anak usia sekolah untuk pergi ke sekolahnya. Berita tentang anak-anak SD yang menyeberangi selebar 20 meter itu menghiasi  televisi dan koran nasional. Nasib menantang maut untuk pergi ke sekolah ini dialami siswa SDN 10 Kayu Gadang di Jorong Lambung Bukik, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar. Mereka setiap hari harus mempertaruhkan nyawa saat menghadapi arus deras Sungai Surantih untuk menuntut ilmu. Rasa takut dan was-was tidak menyurutkan semangat mereka untuk bersekolah.

Menantang maut untuk ke sekolah (Foto: Ingki Rinaldi)

Meniti kawat baja (Foto: Kristianto Purnomo)

Perjuangan yang menantang maut untuk berangkat ke sekolah pun tidak hanya dialami oleh anak-anak di Pesisir Selatan. Sebelumnya (18/5/2011) juga ada siswa SDN Cicaringin 3, Kecamatan Gunung Kencana, Lebak, Banten yang harus meniti kawat baja menyeberang Sungai Ciliman untuk berangkat ke sekolah. Berita-berita tentang nasib anak-anak sekolah yang harus berjuang untuk menutut ilmu ini pun tidak hanya menjadi sorotan media nasional, tetapi juga media asing.

Mungkin juga masih ada banyak lagi perjuangan anak-anak Indonesia untuk mendapatkan haknya, yaitu pendidikan yang tidak terekam kamera. Memang masih ada sekitar 61 juta anak di berbagai belahan dunia belum menikmati pendidikan dasar. Kemiskinan dan konflik menjadi penyebab utama anak-anak itu belum menikmati pendidikan. Apakah juga mungkin termasuk konflik kepentingan yang membuat sarana dan prasarana pendidikan yang semestinya dibangun untuk kemudahan rakyatnya menjadi dikesampingkan.

Di Indonesia sendiri meskipun sudah dicanangkan wajib belajar sembilan tahun, tetapi masih ada sekitar 465.000 siswa SD yang putus sekolah tahun lalu. Adapun siswa SD yang tidak melanjutkan ke SMP sekitar 229.000 orang. Hampir 95 persen daerah kabupaten/kota di Indonesia kekurangan guru SD. Dapat dikatakan secara umum masih banyak terjadi kesenjangan pembangunan dan pendidikan di wilayah Indonesia.

Melihat anak-anak yang menatang maut untuk berangkat ke sekolah membuat saya miris tetapi juga salut kepada mereka. Dengan keterbatasannya tidak mengecilkan semangatnya untuk menuntut ilmu, menghilangkan kebodohan. Sehingga tak ingin lagi membandingkan sikap anggota dewan di ibu kota yang lebih suka melancong studi banding daripada melihat daerah asalnya, atau meminta perbaikan gedung tempatnya bekerja daripada memperbaiki jalan pemilihnya. Begitupun dengan para koruptor  yang memperkaya diri sendiri dengan mengambil hak orang lain. Tetapi kita akan belajar dari mereka, anak-anak yang menantang maut untuk menuntut ilmu.



Pelajaran bagi guru dan siswa

Dengan melihat anak-anak seperti itu, rasanya sedikit malu ketika terlambat mendapatkan tunjangan harus berteriak-teriak apalagi mengurangi kinerjanya dalam melaksanakan kewajibannya. Bersyukurlah Bapak Ibu guru yang ditempatkan di kota, tidak perlu susah-susah ke sekolahnya, ataupun yang dipaksa dan terpaksa ditempatkan di daerah terpencil, tugas kalian lebih bermakna. Tidak perlulah banyak mengeluh, apalagi seperti saya ini yang cuma 80km setiap hari perjalanan pulang pergi ke sekolah. Mereka menyeberang sungai selebar 20 m, itu seperti kita mandi lamanya. Jadi berhentilah mengeluh dan mengutuk keadaan.

Untuk siswa, merasa bersyukurlah yang sekolahnya dekat dengan rumah, atau yang setiap hari diantar dengan sepeda motor sampai mobil mewah. Di luar sana, masih ada anak-anak yang berangkat lebih pagi dan harus menyeberangi sungai yang mempertaruhkan keselamatannya. Mereka tidak pantang menyerah, maka seperti itulah pantang menyerah dalam belajar. Merka tidak sedang out bond, tetapi berjuang, sama seperti pahlawan yang mengusir penjajah mereka berjuang untuk menghilangkan kebodohan untuk kemerdakaannya.

Sifat sosial masyarakat yang mulai berkurang

Dulu setiap ada pelajaran PMP, PPKn, PKn atau apapun itu namanya kita sering mendengar dan menulis "Gotong royong membangun jembatan". Bahkan ada celoteh, pokoknya kalau ada soal mata pelajaran tersebut jawabannya tidak jauh dari kalimat gotong royong membangun jembatan. Apakah semua itu hanya pelajaran teori saja. Sepertinya kita harus berhenti terlalu berharap pada pemerintah, sebagai bagian yang juga ikut peran serta, masyarakat juga bertanggung jawab akan keberhasilan pendidikan di daerahnya. Walau kita juga yakin, jika harus memabgun jembatan seperti diatas bukan perkara mudah, tetapi pasti ada bentuk perjuangan yang lebih cerdas.

Bagian dari menuntut ilmu

Bagi yang dekat dengan kehidupan pesantren (agama) pasti sering mendengar, jika seorang yang sedang menuntut ilmu itu harus rajin tirakat. Apakah ini bisa dikatakan seperti itu? Jawabannya bisa iya bisa juga tidak. Bahwa untuk mendapatkan ilmu, perlu juga mendekatkan diri kepada tuhannya, kesusahan dan keterbatasan bisa membuat orang lebih mengingat. Tetapi rasa was-wasan bisa juga membuat mereka tidak bisa konsen pada apa yang dipelajarinya. Apa komentar Anda?

Ini adalah alur untuk orang yang sukses

Sering kita mendengar atau membaca, kalau orang-orang yang sukses dahulunya penuh keterbatasan. Mereka harus berjuang untuk mendapatakan sesuatu yang diinginkanya. Bisa jadi ini benar, ketika mereka harus berjuang dengan keterbatasannya membuatnya belajar banyak hal yang mungkin tidak diajarkan di sekolah, misalnya bagaimana mereka tidak putus asa, semangat, melihat peluang, dan peduli kepada sesama. Coba bandingkan dengan anak serba kecukupan, mereka cenderung manja, sehingga ketika harus menghadapi ujian hidup yang sebenarnya akan kalah. Keterbatasan dan semangat untuk meraih cita-cita menjadi salah satu jalan untuk meraih sukses.

Pelajaran-pelajaran ini bukan menjadi alasan untuk tidak berubah lebih baik, semoga saja pemimpin di daerah tersebut lebih terbuka mata dan telinganya untuk melihat kesulitan rakyatnya. Apa pelajaran yang Anda dapat dari mereka yang menatang maut untuk ke sekolah?